Tuesday, June 15, 2010

1st Cerpen "SEVENTEEN"

“ Sungguh!! Saya tidak menyangka anak saya akan seperti ini. Selama ini dia adalah anak yang baik. Dia tidak pernah mempunyai musuh. Saya yakin, Pak!!! Mungkin ini ada kekeliruan. Saya kenal betul anak saya seperti apa. Saya yang sudah membesarkannya selama 17 tahun. Saya mohon, Pak. Saya mohon!!! Bebaskan dia!!!”

“Pagiii, ma...!!! Pagiii, pa...!!! Eh, adikku tercinta udah siap??? Tumben, Dik... hehehe... Biasanya jam segini masih mandi”, sapaku penuh keceriaan seperti biasanya...
Aku, Mawar Guntoro, usiaku 16 tahun dan dalam 7 hari ke depan akan menjadi 17 tahun. Usia yang menandakan seorang remaja cewek akan menjadi dewasa. Memang terdengar agak mengejutkan jika aku menjawab pertanyaan orang – orang, “ Aku mahasiswi di Udayana”. Yaaaaph, aku memang sudah berkuliah di jurusan teknik sipil karena aku mendapatkan kelas akselarasi sejak SMP.
Pagi ini, hari Senin, 15 Februari 2010, hari yang begitu cerah, secerah hatiku. Kicau burung yang indah seperti terdengar dari dalam hatiku. Hari ini hari pertama di semester 2. Deg – degan yang kurasakan. Yang pasti, mata kuliah yang kudapatkan semakin berat, dan kuharap dosennya ngga killer.
“Daaaaa, maaa.. Hati – hati ya di rumah berdua ama tuuu...”
“Huussshh, ngawur aja kamu. Bikin mama parno aja. Sudah cepat berangkat sana”.
Jam memang sudah menunjukkan kurang 17 menit dari jam 8. Segera aku mengendarai mio merah kesayanganku. Sepuluh menit kemudian sampailah aku di kampus yang kata orang kampus terbaik di Pulau Dewata ini. “Hai!!”, “Hallo!!” entah kuucapkan berapa kali saat berjalan ke kelas.
“Hai, Tik!! Ya ampyuunnn, makin putih aja kamu habis liburan. Aduuuh, aku kangeenn banget ama kamu, udah lama ngga ngobrol”, ucapku pada sahabatku, Tika, lengkapnya Kartika Michiko Jayanti, yang ayahnya berasal dari Jepang. “Iya nih, ke mana aja liburan?? Oya, gimana rencana buat tanggal 22 nanti?? Jadi??”, jawab Tika. “Hehehe... Gimana ya?? Jadi ngga ya??..... Mmmm, rahasia.. hahaha... Nanti ngga surprise kalo aku ceritain”. Tika menggelitik gemas pinggangku. Tak lama kemudian dosen datang, dan kami pun akan mendengarkan beliau menjelaskan Hidrolika Dasar selama 3 jam. OMG.

Setelah tiga hari dijalani, ternyata semester 2 ini cukup mengasyikkan dan menantang. Aku semakin bersemangat kuliah. Hari ini, Kamis, 18 Februari 2010, cuaca mendung dan jam sudah menunjukkan pukul 07.58. Aku ragu untuk mengendarai motorku, takut di tengah jalan tiba – tiba hujan. “Sudah... Naik taksi aja. Gpp mahalan dikit daripada sampai kampus nanti kamu basah kuyup”, saran Mama untukku yang sejak tadi kebingungan. Daerahku dan kampus kadang suka berbeda cuaca, susah ditebak memang. Akhirnya, aku mengikat tali sepatuku dan “tiiiin...tiiiin...” terdengar suara klakson sebuah taksi biru. “Daaaa, ma...!! Aku berangkat dulu ya!!”
Benar, di kampusku hujan turun sangat deras. Aku pun turun di lobby dan segera berlari kecil menuju kelas T.13. Kuliah hari ini diawali dengan Statistika selama 2 jam dan langsung berlanjut dengan Mekanika Bahan hingga jam 13.00. “Fiuuuwhh!!”
“Nanti nonton yuk, Tik!! Mumpung masih belum ada tugas. Hehehe”. Tiba – tiba, temanku Putu berteriak, “Waow, waow, waow... Di kelas kita ada yang lesbi. Orang yang selama ini kita kenal pintar, ternyata suka dengan sesama jenis. Hiiiiii... Baru juga aku mau PDKT. Wkakakakakakak”. Betapa malunya diriku saat itu. Tawa dan ejekan memecahkan suasana hening kelas. Memang dari dulu ada beberapa pihak yang sirik padaku sehingga mereka selalu membuat gosip – gosip aneh tentangku, termasuk kedekatanku dengan Tika. Padahal, aku berteman dengan siapa saja, cowok juga banyak. Karena belum kutemukan sosok yang benar – benar cocok, aku tidak ingin berpacaran dulu. Namun, lama – lama pihak yang membenciku menganggapnya sebagai sebuah keanehan.

“Gimana, War, kuliahnya??”, tanya Papa saat makan malam. “Baik – baik aja koq, masih nyantai, belum banyak tugas. Dosennya juga ngga killer – kller amat. Mawar suka koq dengan mata kuliahnya, semakin menantang. Hehehe”, jawabku.
“Lalu, bagaimana rencanamu untuk membuat pesta ulang tahunmu nanti? Berapa orang yang mau diundang?”
“Emmmm,.. Jadi koq, Pa. Aku mau undang sekitar 50 orang. Nanti aku mau buat acaranya di kebun belakang dan aku juga sudah tanya – tanya harga di beberapa resto. Terus aku mau beli beberapa perlengkapan buat games, Pa. Besok sore Papa bisa anter kan??”
“Iya, sayang. Kamu catat apa saja yang dibutuhin, besok kita cari sama – sama. Oke, bidadari kecilku?? Hehehe”
“Iiikhh, Papa... Aku kan bentar lagi udah 17 tahun, udah dewasa tau”.
Percakapan hangat tadi terus berlanjut, Mama dan adikku, Surya, ikut menanggapi tentang pesta ulang tahunku. Itulah kebiasaan keluarga kami yang membuat hubungan di antara kami makin harmonis. Setiap ada masalah, pengalaman lucu, atau apa pun itu, kami ceritakan. Sangat terbuka. inilah yang membuat aku betah di rumah.

Cari balon, tusuk gigi, sedotan, sendok plastik, gelas plastik, piring kertas, kertas crap, pita, lilin, cari hadiah buat games, pesan kue tart, pesan makanan, cari gaun, dan salon. Hmmm, apa lagi ya? Aku takut kelupaan. Aku kan ingin pesta sweet-17 ku sempurna dan sangat berkesan. Pukul 23.49 WITA, aku tak kunjung memejamkan mata meski aku sudah terbaring di tempat tidur. Aku masih memandangi seluruh isi kamarku, dari tembok yang penuh dengan poster film kesukaanku, foto – fotoku dengan orang – orang yang kusayang, meja rias dengan kaca oval lengkap satu set dengan lemari yang berwarna merah, hitam, dan putih. Kupandang ke atas banyak bintang – bintangan fosfor yang bersinar di langit – langit kamarku.
Tiba – tiba aku teringat perkataan Putu tadi siang. Jantungku berdegup kencang, kepalaku rasanya memanas, sepertinya aliran darah panas mengalir di tubuhku. Sesosok jiwa lain sedang bergumul di hatiku. Ia memberitahuku tentang sebuah niat busuk untuk memusnahkan orang yang telah membuatku malu di depan kelas. “Dia itu jahat! Dia telah mempermalukanmu! Kamu ngga boleh diam begitu saja! Kamu harus membalas perbuatannya! Sekejam yang kamu bisa, Mawar. Kamu bukanlah Mawar yang harum nan indah, yang selalu merekah dan dikagumi. Ingat! Mawar juga mempunyai duri yang tajam yang dapat mencelakai orang lain. Kamu adalah wanita yang tangguh, ngga ada yang boleh merendahkanmu! Lakukanlah, Mawar! Lakukan demi kepuasan dirimu”. Kata – kata itu terlintas di pikiranku, terdengar dekat di telingaku, dan tercium di hidungku. Ya, benar. Ini muncul murni dari dalam jiwaku. Inilah aku, Mawar Guntoro. Aku akan membuat sebuah rencana luar biasa yang tak akan terpikirkan oleh siapa pun.

Jumat, 19 Februari 2010, hari ini aku pulang cepat. Kuliah Matematika 2 hanya dari pukul 09.00 – 11.00. Sore nanti, sekitar jam 3, aku pergi dengan Papa untuk membeli semua keperluan yang sudah aku catat di notesku. Papa mengantarku ke pasar besar di Denpasar. Di sana banyak berderet toko dan pedagang kaki lima. Aku mulai mencari barang – barang tersebut.
Saat berjalan mencari toko kue, aku melewati sebuah toko obat dan bahan kimia. Muncullah ide dari rencana yang terpikirkan semalam.
“Mbak, jual zat arsen ngga??”
“Untuk apa??”
“Nggg.. Ada praktikum membuat pestisida, saya disuruh untuk membeli arsen sebagai salah satu bahannya.”
“Baiklah, tunggu sebentar.”
Tak lama pramuniaga tadi membawa sepotong benda berwarna abu – abu metalik. Aku segera ke kasir untuk membayarnya.

Hari ini, 22 Februari 2010, adalah hari ulang tahunku yang ke-17. Malam ini akan menjadi malam yang bersejarah yang pernah kulakukan. Selain pesta sweet-17 yang memang sudah kurencanakan, aku akan melakukan rencana lainnya yang tak kalah sempurna.
Pukul 18.00, acara dimulai. Hampir semua yang kuundang datang menghadiri pestaku. Betapa senangnya hatiku. Sebagai ‘tuan rumah’ tentunya aku berkeliling untuk menghampiri tamu – tamuku yang sedang asyik menyantap hidangan. Aku mengambil sebuah gelas berisi lemon tea, dan segelas lagi berisi sirup rose. Memang, aku sengaja mengambil 2 gelas, satu untukku dan satu untuk musuhku yang aku kasihi.
“Hai!!”, sapaku. “Thanks ya udah dateng ke pestaku. Oya, ini diminum dulu. Jangan sungkan – sungkan. Anggap saja rumah sendiri.” Dia menerima segelas sirup yang telah aku campuri dengan 150mg zat arsen. “Hahahaha... Sukurin! Mampus! Minum tuh sirup dan kau akan tau akibatnya”, kataku dalam hati sambil berjalan ke tamu lain, tetapi mataku masih mengawasi Putu.
Untungnya, zat itu tidak langsung bereaksi. Acaraku berjalan lancar tanpa ada gangguan. Aku merasa bak ratu sejagat malam itu. Semua mata memandang kagum padaku. Tepukan meriah. Ucapan selamat, doa dan harapan. Tumpukan kado. Bahagia, haru, dan puas bercampur jadi satu. “Thanks a lot, GOD!!!”

“Mawar, tau ngga, si Putu... Putu.. Putu yang suka sirik ama kamu itu.. Hmmm... Dia.... Mmmm.... Ckkk... Agghh”. Tika panik dan membuatku semakin penasaran tentang kabar cowok yang sudah 2 hari ini wajahnya tak nampak di kelas.
“Ada apa sih, Tik?? Ada apa dengan Putu?? Cepat bilang”
“Mmmm.. Dia koma. Kabarnya akibat keracunan, tapi ngga tau pastinya keracunan apa. Denger – denger cerita teman yang lain Putu mengalami gejala rasa terbakar di tenggorokan, sukar menelan, mual, muntah, diare serta rasa nyeri yang sangat pada perut. Akhirnya, kesadarannya menurun, dan ia koma”
“Hah??? Separah itukah??? Kasihan ya dia. Mmmm, gimana kalu kita menjenguknya, Tik??”
“Boleh. Boleh. Itu ide bagus. Nanti aku cari info dia dirawat di RS mana”

Tak kusangka diriku setega dan sekejam itu. Aku hampir menghilangkan nyawa seorang temanku cuma karena masalah yang sepele, dan aku juga tak tahu apakah nyawanya dapat terselamatkan. Menurut sumber yang kubaca dulu, memang zat ini mematikan apabila diberikan dalam dosis tinggi, seperti yang terjadi pada kasus Munir, aktivis HAM Indonesia, enam tahun silam. Aaarrggghh, mengapa jadi begini??!! Ada apa dengan diriku??! Pasti ada yang salah.
Aku memang seorang yang supel, santai, selalu ceria, terbuka, dan aku mempunyai lahan kesabaran yang luas di hatiku. Namun, saat aku merasa sendiri, aku merasa ada karakter – karakter yang bertolak belakang tinggal dan telah mengendap di diriku. Kejiwaan gila ini memang bisa mendominasi pikiran dan perbuatanku. Mungkin karena waktu kecil aku sering melihat liputan berita kriminal di televisi.
“Tuhan.. Aku tidak sanggup hidup dengan dua jiwa ini.. Aku mohon.. Berikan aku solusi yang terbaik..” Lama aku berpikir. Lagi – lagi aku terbaring lelah dan menatap seluruh sudut di kamarku. Aku melihat ada bayangan mata Putu yang penuh dendam, lalu berganti bayangan mata kedua orang tuaku yang pasti kecewa dan sedih ketika mereka tahu anaknya memiliki kelainan jiwa. Kututup mataku dengan bantal. Sekejap semua menjadi gelap, dan aku mendengar ada bisikan yang berkata, “Sudahi semua ini. Menyerahlah. Jadilah setangkai mawar yang indah”. Kemudian, aku bangkit dari tempat tidurku, dan aku menekan 911 dari ponselku.

“Jaaangaaannn...!!! Tolong jangan bawa anakku... Aku sangat menyanyanginya” Itulah kata- kata terakhir yang kudengar dari Mama sesaat sebelum pintu mobil polisi ditutup. Aku melihat kesedihan di wajah keluargaku, terutama Mama, dari balik kaca jendela yang gelap. Aku hanya bisa meneteskan air mata dan mengucapkan “Maafkan aku, Pa. Maafkan aku, Ma. Maafkan aku, Dik. Aku sangat, sangat, sangat menyayangi kalian. Maaf”.
Malam yang gelap, tak ada bintang, bulan pun tertutup awan kelabu. Tanggal 28 Februari 2010, hari terakhir di bulan Februari ini menjadi tanggal penutupan segala kesakitan dan keabnormalan jiwaku.



No comments:

Post a Comment